Ingin Menggapai Rahmat ALLAH,
Bagaimana Caranya?
Menggapai rahmat Allah itu bisa
dengan berbagai cara. Pertama, meningkatkan kualitas ibadah. Sebagaimana
diterangkan dalam hadits : Idzaa sarratka hasanatuka,fa anta mu'min. (Jika
kalian sangat tertarik terhadap kebajikan, maka itulah keimanan).Jika kita
tertarik terhadap kebajikan shalat Jumat, maka kita lengkapi dengan assesories
pendukung shalat Jum'at itu dengan amalan-amalan pembuka misalnya pada hari
Kamisnya perasaan sudah menunjukkan kegembiraan. Kalau gambaran di desa mereka
tunjukkan kegembiraannya itu dengan menabuh bedug pada waktu Asharnya, dan
malam harinya membaca surah Al Kahfi, pagi harinya bersih-bersih, berangkat
dengan pakaian yang terbaik, menggunakan wewangian. Itu artinya sebuah perhatian,
bahwa dia menyambut ibadah itu dengan perasaan senang.Itulah tanda
keimanan.Karena mengukur kualitas sesuatu itu, bukan sentral dasar nya itu
sendiri. Sama sama naik mobil, orang melihat mobil berkualitas tidaknya, tidak
hanya memastikan bisa berjalan, tetapi dilihat pula bagaimana joknya,
assesoriesnya, bagaimana interiornya, bagaimana perlengkapan elektriknya dlsb.
Begitu juga dengan ibadah, siapa yang lengkap dengan nawaafil
(sunnah-sunnah)nya, maka itu tanda keimanan yang berkualitas. Untuk itu, jika
seseorang akan melakukan shalat Jum'at kemudian sudah adzan dikumandangkan ,
bahkan khatib sudah naik mimbar baru datang, belum dinamakan idza sarratka
hasanatuk (ketika anda tertarik kepada kebajikan) sebagaimana dimaksudkan dalam
hadis tersebut, walaupun ditinjau dari segi fiqih sah-sah saja. Tetapi aneh,
ketika orang memburu kemaksiyatan yang hedonistic, misalnya konser Justine
Biber, tiket dijual jauh hari dan itupun masih berebut, dengan gampangnya
mengeluarkan sekian juta hanya untuk menonton konser. Itu namanya orang yang
sangat serius terhadap kemaksiatan.Demikian pula kalau ibadah kemudian
sedemikian seriusnya maka itulah yang dimaksud idzaa sarratka hasanatuk (jika
tertarik kepada kebajikan), mempersiapkan diri untuk kebajikan itu pertanda kalau
anda mukmin.
Kedua, Taubat. Pengakuan bahwa
telah berbuat salah terhadap Tuhan. Siapa yang pernah berdoa : "Ya Allah
jadikanlah setiap nafasku, adalah seruan memanggilMu". Siapa di antara
kita yang setiap menarik nafas, ingat Allah, membuang nafas juga ingat Allah.
Untuk itu, dalam mengunduh rahmat Allah dengan menggunakan istighfar ini ada
satu garansi (Q.S. Al Anfal :33). Pertama, jaminan diri Rasulullah SAW.wamaa
kaanallahu liyu'adzibahum wa anta fiihim (Dan Allah sekali-kali tidak akan
mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka). Hebatnya pribadi
Rasulullah SAW jika di sebuah daerah itu ada body Rasulullah, maka Allah tidak
akan menurunkan adzab apapun, tidak ada bencana alam dlsb. karena diri
Rasulullah sebagai jaminan. Walaupun Rasulullah sudah wafat, namun
syariah-syariahnya adalah juga termasuk seruan. Selagi keibadahan, syariah yang
disampaikan beliau itu eksis di sebuah daerah, pasti tidak akan ada adzab.
Kedua, Wamaa kaanallahu mu'adhibahum wahum mustaghfiruun (Dan tidaklah (pula)
Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun) Jika penduduk itu
aktif beristighfar, maka Allah tidak akan menurunkan adzabNya).
Ayat ini tidak bisa menggunakan
tehnik terbalik (mafhum mukholafah).Kenapa di Las Vegas, di Bali tidak ada
Tsunami, karena ini adalah rahmat.Orang yang berbuat durhaka kepada Allah,
terserah Tuhan, apakah di adzab atau tidak.Sehingga orang yang berbuat maksiyat
belum tentu diberi peringatkan, belum tentu diadzab.Tetapi kalau sebuah adzab
menimpa sebuah kaum, bencana sudah menimpa sebuah kaum, maka pasti di situ ada
sebuah kedurhakaan.Jika jumlah pelacur di Surabaya ini sebut saja sepuluh ribu,
dan setiap malam itu laku 10%, itu berarti setiap malam itu ada perzinaan yang
terstruktur sebanyak seribu kali.Apakah itu masih bisa diimbangi dengan
istighfarnya jamaah Jumat atau Majelis Dzikir.Tetapi Surabaya aman.Ini urusan
Tuhan.Andai Surabaya ini dilanda Tsunami, baru terasa dan tahu penyebabnya.
Untuk itu, mengunduh pertaubatan, istighfar, itu akan menjadi sebuah amal yang
terbaik untuk segalanya.
MAKRIFAT,
SYARIAT, THARIQAH, DAN HAKEKAT, SEBAGAIMANA YANG DIJELASKAN OLEH SYEKH QADHI
AL-QUDHAT ZAKARIYA AL-ANSHARI RA. DALAM KITABNYA, SYARAH RISALAH AL-QUSYARIYAH.
MAKRIFAT: Yang dimaksud makrifat adalah mantapnya hati akan adanya Allah SWT
dengan segala sifat kesempurnaan. Serta mempercayai bahwa Allah sama sekali
tidak memiliki kekurangan, sebagaimana keterangan dari dalil aqli dan naqli
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
SYARIAT: Yang dikehendaki dengan Syariat adalah mengetahui segala hukum
Islam, seperti hukum wajib, haram, sunnah, makruh, mubah, sahih, dan batal;
serta menjalankan perintahNya, seperti shalat lima waktu; dan menjauhi segala
apa yang dilarang seperti zina, dsb
THARIQAT: Thariqat adalah menjalankan syariat degan waspada, hati-hati.
Artinya menjaga dengan konsisten untuk mengerjakan perintah Allah meskipun itu
hukumnya sunnah dan menjauhi larangan sekalipun hukumnya makruh, serta menjauhi
perkara yang subhat (masih samar antara halal dan haramnya).
HAQIQAT: Yang dimaksud haqiqat adalah pandangan mata hati terhadap ke-Maha
Esa-an Allah SWT. Tidak melihat semua yang ada kecuali hanya Allah semata.Dan
merasakan betapa Maha Kuasanya Allah yang telah menciptakan semua makhluk.Orang
yang mencapai tingkatan semacam ini disebut tingkatan ihsan. Sebagaimana
penggalan hadits yang berbunyi:
ان تعبد الله كانه تراه
"(Ihsan ialah) engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya"
Bila diibaratkan, syariat adalah
kulit (dhahir) dari hakikat.Sedangkan Hakikat adalah isi (batin) dari
syariat.Walhasil, antara keduanya harus menyatu, tidak boleh
terpisah-pisah.Bila ada syariat yang tidak disertai hakekat, maka syariat
tersebut tidak diterima di sisi Allah.Begitu pula apabila hakikat tidak
bersamaan dengan syariat, maka hakikat tersebut sesat, tidak menghasilkan
manfaat.Hakikat bisa disamakan dengan kerangka sedangkan syariat adalah
bentuk.Hakikat amat berpengaruh pada anggota batin.Sedangkan syariat bagian
dhahirnya.Jadi, orang yang tidak memiliki hakikat berarti dia tidak punya
syariat.Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak memiliki syariat maka tidak
memiliki hakikat.
***
Ketika kita membaca surat
al-Fatihah ayat kelima: إِيَّاكَ نَعْبُدُ (hanya kepada-Mu
kami menyembah), artinya tidak ada yang disembah kecuali Allah sehingga kita
harus menjaga syariat.
Sedangkan ayat selanjutnya وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya kepada-Mu kami meminta
pertolongan), itu adalah ikrar dari pada hakikat.Sebab kita merasa tidak dapat
berbuat apa-apa kecuali jika mendapat pertolongan dari Allah SWT. (*)
Sumber : Buku Beragama Yang Baik
dan Benar Menurut Hadratus Syaikh
Nasehat KH. Hasyim Asy'ari untuk
Pencari Ilmu
Pertama, seorang santri hendaknya membersihkan hatinya dari segala hal yang
dapat mengotorinya seperti dendam, dengki, keyakinan yang sesat dan perangai
yang buruk.
Hal itu dimaksudkan agar hati
mudah untuk mendapatkan ilmu, menghafalkannya, mengetahui
permasalahan-permasalahan yang rumit dan memahaminya.
Kedua, hendaknya memiliki niat yang baik dalam mencari ilmu, yaitu dengan
bermaksud mendapatkan ridho Allah, mengamalkan ilmu, menghidupkan syariah
Islam, menerangi hati dan mengindahkannya dan mendekatkan diri kepada
Allah.Jangan sampai berniat hanya ingin mendapatkan kepentingan duniawi seperti
mendapatkan kepemimpinan, pangkat, dan harta atau menyombongkan diri di hadapan
orang atau bahkan agar orang lain hormat.
Ketiga, hendaknya segera mempergunakan masa muda dan umurnya untuk
memperoleh ilmu, tanpa terpedaya oleh rayuan "menunda-nunda" dan
"berangan-angan panjang", sebab setiap detik yang terlewatkan dari
umur tidak akan tergantikan. Seorang santri hendaknya memutus sebisanya
urusan-urusan yang menyibukkan dan menghalang-halangi sempurnanya belajar dan
kuatnya kesungguhan dan keseriusan menghasilkan ilmu, karena semua itu
merupakan faktor-faktor penghalang mencari ilmu.
Keempat, menerima sandang pangan apa adanya sebab kesabaran akan ke-serba
kekurangan hidup, akan mendatangkan ilmu yang luas, kefokusan hati dari
angan-angan yang bermacam-macam dan hikmah hikmah yang terpancar dari
sumbernya.
Imam As-Syafi'i Ra berkata,
tidak akan bahagia orang yang mencari ilmu disertai tinggi hati dan kemewahan
hidup. Tetapi yang berbahagia adalah orang yang mencari ilmu disertai rendah
hati, kesulitan hidup dan khidmah pada ulama.
Kelima, pandai membagi waktu dan memanfaatkan sisa umur yang paling
berharga itu.Waktu yang paling baik untuk hafalan adalah waktu sahur, untuk
pendalaman pagi buta, untuk menulis tengah hari, dan untuk belajar dan
mengulangi pelajaran waktu malam.Sedangkan tempat yang paling baik untuk
menghafal adalah kamar dan tempat-tempat yang jauh dari gangguan. Tidak baik
melakukan hafalan di depan tanaman, tumbuhan, sungai dan tempat yang ramai.
Keenam, makan dan minum sedikit. Kenyang hanya akan mencegah ibadah dan bikin
badan berat untuk belajar. Di antara manfaat makan sedikit adalah badan sehat
dan tercegah dari penyakit yang di akibatkan oleh banyak makan dan minum,
seperti ungkapan syair yang artinya:
"Sesungguhnya
penyakit yang paling banyak engkau ketahui berasal dari makanan atau
minuman."
Hati dikatakan sehat bila bersih
dari kesewenang-wenangan dan kesombongan.Dan tidak seorangpun dari para wali,
imam dan ulama pilihan memiliki sifat atau disifati atau dipuji dengan banyak
makannya.Yang dipuji banyak makannya adalah binatang yang tidak memiliki akal
dan hanya dipersiapkan untuk kerja.
Ketujuh, bersikap wara' (mejauhi perkara yang syubhat 'tidak jelas ' halal
haramnya) dan berhati-hati dalam segala hal.Memilih barang yang halal seperti
makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan semua kebutuhan hidup supaya
hatinya terang, dan mudah menerima cahaya ilmu dan kemanfaatannya.Hendaknya
seorang santri menggunakan hukum-hukum keringanan (rukhsoh) pada
tempatnya, yaitu ketika ada kebutuhan dan sebab yang memperbolehkan.Sesungguhnya
Allah senang bila hukum rukhsohnya dilakukan, seperti senangnya Allah bila
hukum 'azimahnya (hukum sebelum muncul ada sebab rukhsoh) dikerjakan.
Kedelapan, meminimalisir penggunaan makanan yang menjadi penyebab bebalnya
otak dan lemahnya panca indera seperti buah apel yang asam, buncis dan cuka.
Begitu juga dengan makanan yang dapat memperbanyak dahak (balgham) yang
memperlambat kinerja otak dan memperberat tubuh seperti susu dan ikan yang
berlebihan. Hendaknya seorang santri menjauhi hal-hal yang menyebabkan lupa
seperti makan makanan sisa tikus, membaca tulisan di nisan kuburan, masuk di
antara dua unta yang beriringan dan membuang kutu hidup-hidup.
Kesembilan, meminimalisir tidur selama tidak berefek bahaya pada kondisi tubuh
dan kecerdasaan otak. Tidak menambah jam tidur dalam sehari semalam lebih dari
delapan jam. Boleh kurang dari itu, asalkan kondisi tubuh cukup kuat. Tidak
masalah mengistirahatkan tubuh, hati, pikiran dan mata bila telah capek dan
terasa lemah dengan pergi bersenang-senang ke tempat-tempat rekreasi sekiranya
dengan itu kondisi diri dapat kembali (fresh).
Kesepuluh, meninggalkan pergaulan karena hal itu merupakan hal terpenting
yang seyogyanya di lakukan pencari ilmu, terutama pergaulan dengan lain jenis
dan ketika pergaulan lebih banyak-main-mainnya dan tidak mendewasakan pikiran.
Watak manusia itu seperti pencuri ulung (meniru perilaku orang lain dengan
cepat) dan efek pergaulan adalah ketersia-siaan umur tanpa guna dan hilang
agama bila bergaul dengan orang yang bukan ahli agama. Jika seorang pelajar
butuh orang lain yang bisa dia temani, maka hendaknya dia jadi teman yang baik,
kuat agamanya, bertaqwa, wara ', bersih hatinya, banyak kebaikannya, baik harga
dirinya (muru'ah), dan tidak banyak bersengketa: bila teman tersebut
lupa dia ingatkan dan bila sudah sadar maka dia tolong.
(Diterjemahkan dari
kitab "Adabul 'Alim wal Muta' allim" karya KH. M. Asy'ari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar