Minggu, 02 Juni 2013

Bacaan


Ingin Menggapai Rahmat ALLAH, Bagaimana Caranya?
Menggapai rahmat Allah itu bisa dengan berbagai cara. Pertama, meningkatkan kualitas ibadah. Sebagaimana diterangkan dalam hadits : Idzaa sarratka hasanatuka,fa anta mu'min. (Jika kalian sangat tertarik terhadap kebajikan, maka itulah keimanan).Jika kita tertarik terhadap kebajikan shalat Jumat, maka kita lengkapi dengan assesories pendukung shalat Jum'at itu dengan amalan-amalan pembuka misalnya pada hari Kamisnya perasaan sudah menunjukkan kegembiraan. Kalau gambaran di desa mereka tunjukkan kegembiraannya itu dengan menabuh bedug pada waktu Asharnya, dan malam harinya membaca surah Al Kahfi, pagi harinya bersih-bersih, berangkat dengan pakaian yang terbaik, menggunakan wewangian. Itu artinya sebuah perhatian, bahwa dia menyambut ibadah itu dengan perasaan senang.Itulah tanda keimanan.Karena mengukur kualitas sesuatu itu, bukan sentral dasar nya itu sendiri. Sama sama naik mobil, orang melihat mobil berkualitas tidaknya, tidak hanya memastikan bisa berjalan, tetapi dilihat pula bagaimana joknya, assesoriesnya, bagaimana interiornya, bagaimana perlengkapan elektriknya dlsb. Begitu juga dengan ibadah, siapa yang lengkap dengan nawaafil (sunnah-sunnah)nya, maka itu tanda keimanan yang berkualitas. Untuk itu, jika seseorang akan melakukan shalat Jum'at kemudian sudah adzan dikumandangkan , bahkan khatib sudah naik mimbar baru datang, belum dinamakan idza sarratka hasanatuk (ketika anda tertarik kepada kebajikan) sebagaimana dimaksudkan dalam hadis tersebut, walaupun ditinjau dari segi fiqih sah-sah saja. Tetapi aneh, ketika orang memburu kemaksiyatan yang hedonistic, misalnya konser Justine Biber, tiket dijual jauh hari dan itupun masih berebut, dengan gampangnya mengeluarkan sekian juta hanya untuk menonton konser. Itu namanya orang yang sangat serius terhadap kemaksiatan.Demikian pula kalau ibadah kemudian sedemikian seriusnya maka itulah yang dimaksud idzaa sarratka hasanatuk (jika tertarik kepada kebajikan), mempersiapkan diri untuk kebajikan itu pertanda kalau anda mukmin.
Kedua, Taubat. Pengakuan bahwa telah berbuat salah terhadap Tuhan. Siapa yang pernah berdoa : "Ya Allah jadikanlah setiap nafasku, adalah seruan memanggilMu". Siapa di antara kita yang setiap menarik nafas, ingat Allah, membuang nafas juga ingat Allah. Untuk itu, dalam mengunduh rahmat Allah dengan menggunakan istighfar ini ada satu garansi (Q.S. Al Anfal :33). Pertama, jaminan diri Rasulullah SAW.wamaa kaanallahu liyu'adzibahum wa anta fiihim (Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka). Hebatnya pribadi Rasulullah SAW jika di sebuah daerah itu ada body Rasulullah, maka Allah tidak akan menurunkan adzab apapun, tidak ada bencana alam dlsb. karena diri Rasulullah sebagai jaminan. Walaupun Rasulullah sudah wafat, namun syariah-syariahnya adalah juga termasuk seruan. Selagi keibadahan, syariah yang disampaikan beliau itu eksis di sebuah daerah, pasti tidak akan ada adzab. Kedua, Wamaa kaanallahu mu'adhibahum wahum mustaghfiruun (Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun) Jika penduduk itu aktif beristighfar, maka Allah tidak akan menurunkan adzabNya).
Ayat ini tidak bisa menggunakan tehnik terbalik (mafhum mukholafah).Kenapa di Las Vegas, di Bali tidak ada Tsunami, karena ini adalah rahmat.Orang yang berbuat durhaka kepada Allah, terserah Tuhan, apakah di adzab atau tidak.Sehingga orang yang berbuat maksiyat belum tentu diberi peringatkan, belum tentu diadzab.Tetapi kalau sebuah adzab menimpa sebuah kaum, bencana sudah menimpa sebuah kaum, maka pasti di situ ada sebuah kedurhakaan.Jika jumlah pelacur di Surabaya ini sebut saja sepuluh ribu, dan setiap malam itu laku 10%, itu berarti setiap malam itu ada perzinaan yang terstruktur sebanyak seribu kali.Apakah itu masih bisa diimbangi dengan istighfarnya jamaah Jumat atau Majelis Dzikir.Tetapi Surabaya aman.Ini urusan Tuhan.Andai Surabaya ini dilanda Tsunami, baru terasa dan tahu penyebabnya. Untuk itu, mengunduh pertaubatan, istighfar, itu akan menjadi sebuah amal yang terbaik untuk segalanya.





MAKRIFAT, SYARIAT, THARIQAH, DAN HAKEKAT, SEBAGAIMANA YANG DIJELASKAN OLEH SYEKH QADHI AL-QUDHAT ZAKARIYA AL-ANSHARI RA. DALAM KITABNYA, SYARAH RISALAH AL-QUSYARIYAH.
MAKRIFAT: Yang dimaksud makrifat adalah mantapnya hati akan adanya Allah SWT dengan segala sifat kesempurnaan. Serta mempercayai bahwa Allah sama sekali tidak memiliki kekurangan, sebagaimana keterangan dari dalil aqli dan naqli yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW.
SYARIAT: Yang dikehendaki dengan Syariat adalah mengetahui segala hukum Islam, seperti hukum wajib, haram, sunnah, makruh, mubah, sahih, dan batal; serta menjalankan perintahNya, seperti shalat lima waktu; dan menjauhi segala apa yang dilarang seperti zina, dsb
THARIQAT: Thariqat adalah menjalankan syariat degan waspada, hati-hati. Artinya menjaga dengan konsisten untuk mengerjakan perintah Allah meskipun itu hukumnya sunnah dan menjauhi larangan sekalipun hukumnya makruh, serta menjauhi perkara yang subhat (masih samar antara halal dan haramnya).
HAQIQAT: Yang dimaksud haqiqat adalah pandangan mata hati terhadap ke-Maha Esa-an Allah SWT. Tidak melihat semua yang ada kecuali hanya Allah semata.Dan merasakan betapa Maha Kuasanya Allah yang telah menciptakan semua makhluk.Orang yang mencapai tingkatan semacam ini disebut tingkatan ihsan. Sebagaimana penggalan hadits yang berbunyi:
ان تعبد الله كانه تراه
"(Ihsan ialah) engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya"
Bila diibaratkan, syariat adalah kulit (dhahir) dari hakikat.Sedangkan Hakikat adalah isi (batin) dari syariat.Walhasil, antara keduanya harus menyatu, tidak boleh terpisah-pisah.Bila ada syariat yang tidak disertai hakekat, maka syariat tersebut tidak diterima di sisi Allah.Begitu pula apabila hakikat tidak bersamaan dengan syariat, maka hakikat tersebut sesat, tidak menghasilkan manfaat.Hakikat bisa disamakan dengan kerangka sedangkan syariat adalah bentuk.Hakikat amat berpengaruh pada anggota batin.Sedangkan syariat bagian dhahirnya.Jadi, orang yang tidak memiliki hakikat berarti dia tidak punya syariat.Begitu pula sebaliknya, orang yang tidak memiliki syariat maka tidak memiliki hakikat.
***
Ketika kita membaca surat al-Fatihah ayat kelima: إِيَّاكَ نَعْبُدُ (hanya kepada-Mu kami menyembah), artinya tidak ada yang disembah kecuali Allah sehingga kita harus menjaga syariat.
Sedangkan ayat selanjutnya وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan), itu adalah ikrar dari pada hakikat.Sebab kita merasa tidak dapat berbuat apa-apa kecuali jika mendapat pertolongan dari Allah SWT. (*)
Sumber : Buku Beragama Yang Baik dan Benar Menurut Hadratus Syaikh










Nasehat KH. Hasyim Asy'ari untuk Pencari Ilmu

Pertama, seorang santri hendaknya membersihkan hatinya dari segala hal yang dapat mengotorinya seperti dendam, dengki, keyakinan yang sesat dan perangai yang buruk.
Hal itu dimaksudkan agar hati mudah untuk mendapatkan ilmu, menghafalkannya, mengetahui permasalahan-permasalahan yang rumit dan memahaminya.
Kedua, hendaknya memiliki niat yang baik dalam mencari ilmu, yaitu dengan bermaksud mendapatkan ridho Allah, mengamalkan ilmu, menghidupkan syariah Islam, menerangi hati dan mengindahkannya dan mendekatkan diri kepada Allah.Jangan sampai berniat hanya ingin mendapatkan kepentingan duniawi seperti mendapatkan kepemimpinan, pangkat, dan harta atau menyombongkan diri di hadapan orang atau bahkan agar orang lain hormat.
Ketiga, hendaknya segera mempergunakan masa muda dan umurnya untuk memperoleh ilmu, tanpa terpedaya oleh rayuan "menunda-nunda" dan "berangan-angan panjang", sebab setiap detik yang terlewatkan dari umur tidak akan tergantikan. Seorang santri hendaknya memutus sebisanya urusan-urusan yang menyibukkan dan menghalang-halangi sempurnanya belajar dan kuatnya kesungguhan dan keseriusan menghasilkan ilmu, karena semua itu merupakan faktor-faktor penghalang mencari ilmu.
Keempat, menerima sandang pangan apa adanya sebab kesabaran akan ke-serba kekurangan hidup, akan mendatangkan ilmu yang luas, kefokusan hati dari angan-angan yang bermacam-macam dan hikmah hikmah yang terpancar dari sumbernya.
Imam As-Syafi'i Ra berkata, tidak akan bahagia orang yang mencari ilmu disertai tinggi hati dan kemewahan hidup. Tetapi yang berbahagia adalah orang yang mencari ilmu disertai rendah hati, kesulitan hidup dan khidmah pada ulama.
Kelima, pandai membagi waktu dan memanfaatkan sisa umur yang paling berharga itu.Waktu yang paling baik untuk hafalan adalah waktu sahur, untuk pendalaman pagi buta, untuk menulis tengah hari, dan untuk belajar dan mengulangi pelajaran waktu malam.Sedangkan tempat yang paling baik untuk menghafal adalah kamar dan tempat-tempat yang jauh dari gangguan. Tidak baik melakukan hafalan di depan tanaman, tumbuhan, sungai dan tempat yang ramai.
Keenam, makan dan minum sedikit. Kenyang hanya akan mencegah ibadah dan bikin badan berat untuk belajar. Di antara manfaat makan sedikit adalah badan sehat dan tercegah dari penyakit yang di akibatkan oleh banyak makan dan minum, seperti ungkapan syair yang artinya:
"Sesungguhnya penyakit yang paling banyak engkau ketahui berasal dari makanan atau minuman."
Hati dikatakan sehat bila bersih dari kesewenang-wenangan dan kesombongan.Dan tidak seorangpun dari para wali, imam dan ulama pilihan memiliki sifat atau disifati atau dipuji dengan banyak makannya.Yang dipuji banyak makannya adalah binatang yang tidak memiliki akal dan hanya dipersiapkan untuk kerja.
Ketujuh, bersikap wara' (mejauhi perkara yang syubhat 'tidak jelas ' halal haramnya) dan berhati-hati dalam segala hal.Memilih barang yang halal seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan semua kebutuhan hidup supaya hatinya terang, dan mudah menerima cahaya ilmu dan kemanfaatannya.Hendaknya seorang santri menggunakan hukum-hukum keringanan (rukhsoh) pada tempatnya, yaitu ketika ada kebutuhan dan sebab yang memperbolehkan.Sesungguhnya Allah senang bila hukum rukhsohnya dilakukan, seperti senangnya Allah bila hukum 'azimahnya (hukum sebelum muncul ada sebab rukhsoh) dikerjakan.
Kedelapan, meminimalisir penggunaan makanan yang menjadi penyebab bebalnya otak dan lemahnya panca indera seperti buah apel yang asam, buncis dan cuka. Begitu juga dengan makanan yang dapat memperbanyak dahak (balgham) yang memperlambat kinerja otak dan memperberat tubuh seperti susu dan ikan yang berlebihan. Hendaknya seorang santri menjauhi hal-hal yang menyebabkan lupa seperti makan makanan sisa tikus, membaca tulisan di nisan kuburan, masuk di antara dua unta yang beriringan dan membuang kutu hidup-hidup.
Kesembilan, meminimalisir tidur selama tidak berefek bahaya pada kondisi tubuh dan kecerdasaan otak. Tidak menambah jam tidur dalam sehari semalam lebih dari delapan jam. Boleh kurang dari itu, asalkan kondisi tubuh cukup kuat. Tidak masalah mengistirahatkan tubuh, hati, pikiran dan mata bila telah capek dan terasa lemah dengan pergi bersenang-senang ke tempat-tempat rekreasi sekiranya dengan itu kondisi diri dapat kembali (fresh).
Kesepuluh, meninggalkan pergaulan karena hal itu merupakan hal terpenting yang seyogyanya di lakukan pencari ilmu, terutama pergaulan dengan lain jenis dan ketika pergaulan lebih banyak-main-mainnya dan tidak mendewasakan pikiran. Watak manusia itu seperti pencuri ulung (meniru perilaku orang lain dengan cepat) dan efek pergaulan adalah ketersia-siaan umur tanpa guna dan hilang agama bila bergaul dengan orang yang bukan ahli agama. Jika seorang pelajar butuh orang lain yang bisa dia temani, maka hendaknya dia jadi teman yang baik, kuat agamanya, bertaqwa, wara ', bersih hatinya, banyak kebaikannya, baik harga dirinya (muru'ah), dan tidak banyak bersengketa: bila teman tersebut lupa dia ingatkan dan bila sudah sadar maka dia tolong. 
(Diterjemahkan dari kitab "Adabul 'Alim wal Muta' allim" karya KH. M. Asy'ari)













Tidak ada komentar:

Posting Komentar